Jumat, 18 Oktober 2013

PUNARBHAWA


PUNARBHAWA

A.      PENGERTIAN PUNARBHAWA
Punarbhawa atau samsara adalah bagian keempat dari Panca Sradha sebagai dasar keyakinan Umat Hindu. Pengertian sederhana adalah bahwa pada saat seseorang meninggal dunia maka jiwatman akan melepaskan badan jasmaninya ( stula sarira ), menuju sorga atau neraka. Proses jiwatman meninggalkan stula sarira kemudian lahir kembali menggunakan jasmani yang baru inilah disebut Punarbhawa. Punarbhawa berarti kelahiran yang berulang-ulang, yang disebut juga penitisan kembali (reinkarnasi) atau Samsara. Di dalam Weda disebutkan bahwa “Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau didunia yang lebih tinggi disebut Samsara. Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa akibat suka dan duka. Samsara atau Punarbhawa ini terjadi oleh karena Jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan, dan kematian akan diikuti oleh kelahiran“. Demikian pula disebutkan:
Sribhagavan uvacha,
bahuni me vyatitani,
janmani tava cha rjuna,
rani aham veda sarvani,
na tvam paramtapa (Bh. G. IV.5)

Sri Bhagawan (Tuhan) bersabda, banyak kelahiran-Ku di masa lalu, demikian pula kelahiranmu arjuna semuanya ini Aku tahu, tetapi engkau sendiri tidak,. Parantapa.
Atman yang masih diselubungi oleh suksma sarira dan masih terikat oleh adanya kenikmatan duniawi, menyebabkan Atman itu awidya, sehingga Ia belum bisa kembali bersatu dengan sumbernya yaitu Brahman (Hyang Widhi). Hal ini menyebabkan atman itu selalu mengalami kelahiran secara berulang-ulang. Segala bentuk prilaku atau perbuatan yang dilakukan pada masa kehidupan yang lampau menyebabkan adanya bekas (wasana) dalam jiwatman. Dan wasana (bekas-bekas perbuatan) ini ada bermacam-macam. Jika wasana itu hanya bekas-bekas keduniawian, maka jiwatman akan lebih cenderung dan gampang ditarik oleh hal-hal keduniawian sehingga atman itu lahir kembali.
Karmabhumiriya brahman,
phlabhumirasau mata
iha yat kurate karma tat,
paratrobhujyate. (S.S.7)

Sebab sebagai manusia sekarang ini adalah akibat baik dan buruknya karma itu juga akhirnya dinikmatilah karma phala itu. Artinya baik buruk perbuatan itu sekarang akhirnya terbukti hasilnya. Selesai menikmatinya, menjelmalah kembali ia, mengikuti sifat karma phala. Wasana berarti sangskara, sisa-sisa yang ada dari bau sesuatu yang tinggal bekas-bekasnya saja yang diikuti hukuman yaitu jatuh dari tingkatan sorga maupun dari kawah-kawah neraka, adapun perbuatan baik ataupun buruk yang dilakukan di akhirat, tidaklah ia berakibat sesuatu apapun, oleh karena yang sangat menentukan adalah perbuatan-perbuatan baik atau buruk yang dilakukan sekarang juga.
Karma dan Punarbhawa ini merupakan suatu proses yang terjalin erat satu sama lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa karma adalah perbuatan yang meliputi segala gerak, baik pikiran, perkataan maupun tingkah laku. Sedangkan punarbhawa adalah kesimpulan dari semua karma itu yang terwujud dalam penjelmaan tersebut. Setiap karma yang dilakukan atas dorongan acubha karma akan menimbulkan dosa dan Atman akan mengalami neraka serta dalam Punarbhawa yang akan datang akan mengalami penjelmaan dalam tingkat yang lebih rendah, sengsara, atau menderita dan bahkan dapat menjadi mahluk yang lebih rendah tingkatannya. Sebaliknya, setiap karma yang dilakukan berdasarkan cubhakarma akan mengakibatkan Atman (roh) menuju sorga dan jika menjelma kembali akan mengalami tingkat penjelmaan yang lebih sempurna atau lebih tinggi. Di dalam Weda (S.S.48) dinyatakan sebagai berikut:
“Adharmarucayo mandas,
tiryaggatiparayanah,
krocchram yonimanuprapya,
na windanti sukham janah.
Adapun perbuatan orang yang bodoh, senantiasa tetap berlaku menyalahi dharma; setelah ia lepas dari neraka, menitislah ia menjadi binatang, seperti biri-biri, kerbau dan lain sebagainya; bila kelahirannya kemudian meningkat, ia menitis menjadi orang yang hina, sengsara, diombang-ambingkan kesedihan dan kemurungan hati, dan tidak mengalami kesenangan.
Sedangkan orang yang selalu berbuat baik (cubhakarma), Sarasmuccaya menyebutkan: “Adapun orang yang selalu melakukan karma baik (cubhakarma), ia dikemudian hari akan menjelma dari sorga, menjadi orang yang tampan (cantik), berguna, berkedudukan tinggi, kaya raya dan berderajat mulia. Itulah hasil yang didapatnya sebagai hasil (phala) dari perbuatan yang baik”.
Kesimpulannya, dengan keyakinan dengan adanya Punarbhawa ini maka orang harus sadar, bahwa bagaimana kelahirannya tergantung dari karma wasananya. Kalau ia membawa karma yang baik, lahirlah ia menjadi orang berbahagia, berbadan sehat dan berhasil cita-citanya. Sebaliknya bila orang membawa karma yang buruk, ia akan lahir menjadi orang yang menderita. Oleh karena itu kelahiran kembali ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri untuk meningkat ke taraf yang lebih tinggi.
Iyam hi yonihprathama,
yam prapya jagattpate
atmanam cakyate tratum,
karmabhih cubhalaksanaih (S.S. 4)
Menjelma menjadi manusia itu sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya sendiri dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
Sopanabhutam Swargasya,
manusyam prapya durlabham,
tathamanam samadyad,
dhwamsetana purna yatha. (S.S. 6)

Kesimpulannya, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia ini, kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga; segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan. Diantara semua mahluk hidup yang ada didunia ini, manusia adalah mahluk yang utama. Ia dapat berbuat baik maupun buruk, serta dapat melebur perbuatannya yang buruk dengan perbuatan yang baik. Oleh karena itu seseorang sepatutnya bersyukur dan berbesar hati lahir sebagai manusia. Karena sungguh tidaklah mudah untuk dapat dilahirkan menjadi manusia sekalipun manusia hina.
Itulah sebabnya, maka seorang hendaknya dapat menghargai dan menggunakan kesempatan yang amat berharga ini untuk membebaskan diri dari kesengsaraan dan menuju pada kebahagiaan yang abadi yang sisebut Moksa atau kelepasan. Memang sungguh disayangkan, apabila kesempatan yang baik ini berlalu tanpa makna. Kelahiran manusia dikatakan berada ditengah-tengah antara sorga dan neraka. Jika kebajikan yang diperbuat maka tentulah hidupnya akan meningkat, tetapi jika dosa yang dilakukan, sudah pastilah akan jatuh ke neraka. Jadi setiap kali kelahiran sebagai manusia patutlah digunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hidup ke jenjang yang lebih mulia dan luhur.
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTpw5BT0KwmV_-liK6ohxrZxri473iIMqZB4blb5MKVvQ_z9ArM
B.       HUBUNGAN ANTARA KARMAPHALA DENGAN PUNARBHAWA
Hubungan Karmaphala dengan Punarbhawa dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 4 dikatakan :
“ Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir  dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.”
Dari sloka di atas ada dua point yang dapat kita petik penekanannya yaitu :
1)      Untuk berbuat baik kesempatan yang paling luas adalah bila menjelma menjadi manusia.
2)    Berbuat baik ( Subha karma ) adalah cara untuk melepaskan diri dari keadaan samsara ( punarbhawa ).Jadi bila manusia semasa hidupnya banyak berbuat baik maka kelahiran berikutnya akan meningkat kualitasnya. Demikian juga bila semasa hidupnya banyak berbuat dosa maka kelahiran berikutnya akan menurun kualitasnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan terlahir sebagai binatang atau tumbuhan.
Oleh karena itu setiap menjalani kehidupan kewajiban manusia adalah untuk meningkatkan Subhakarma sehingga setiap kelahiran berikutnya bisa meningkat kualitasnya sampai akhirnya tujuan hidup yaitu moksartham jagathita tercapai.
Jika digambarkan proses hidup manusia dan kelahirannya sampai bersatunya atman dengan brahman ( Brahman Atman aikyam) seperti di bawah ini :

C.      PANGGALAN CERITA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARMA PHALA
Perjalanan Spiritual Bhima Ke Swargaloka
http://australianmuseum.net.au/Uploads/Images/12676/Bali_Siobhan_11_big.jpg
Bhima Swarga
Bhima sebagai tokoh sentral dalam cerita ini mirip Sanjaya dalam Bhagawadgita, yang melaporkan kejadian pandangan mata percakapan Kresna dan Arjuna sesaat menjelang Bharatayudha di Kuruksetra, kepada Drestarastra, Raja yang buta sejak lahir. Kresna menyadarkan kembali Arjuna untuk melaksanakan Swadharmanya. Simbolisasi cerita Bhima swarga ini perlu diketengahkan lagi, semoga mampu menggugah penalaran untuk menyadari swadharmaning masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Cerita ini seperti menitipkan pesan pada kita umat sedharma hendaknya selalu berbuat baik, agar kelak kita memetik phala yang baik pula.
Al kisah, Dewi Kunti bermimpi didatangi atma Pandu dan Dewi Madri. Mereka minta tolong agar dibebaskan dari siksa api neraka. Kunti menyampaikan mimpi itu kepada anak-anaknya, dan diputuskan agar Bhima menyambangi ke Swarga loka. Purnama, dalam suatu prosesi yang hening, perjalanan Bhima Swarga dimulai. Bhima diiringi dua abdinya Merda dan Twalen melesat ke langit. Diangkasa, setelah melalui marga sanga (sembilan persimpangan jalan) di sanalah swarga loka berada, di bumi antah karana, di bumi yang menyebabkan sebab segala sebab. Dari sembilan jalan di persimpangan tersebut ada empat jalan yang benar-benar menuju swarga loka. Sampai di tegal penangsaran (kuburan maha luas) tempat para roh menunggu giliran menghadap Bhatara Yama untuk menentukan apakah sang roh harus masuk surga atau ke neraka. Dalam penantian itu, para roh menerima hukuman sesuai karma-nya. Ada yang disebut atma lara (atma yang sengsara), atma drwaka (atma yang serakah), atma sangsaya (atma yang senantiasa curiga), atma babotoh (atma penjudi) dan sebagainya.

Inilah perjalan spiritual Bhima, yang memberikan pengalaman bathin tentang pelaksanaan sangksi bagi para atma sesuai perbuatan yang dilakukan saat menghuni raga manusia di mayapada
Pertama-tama mereka melihat Bhuta Tog-tog Sil, babutan (mahluk angkara) dengan wujud mata besar menghakimi atma tattwa (atma yang menyalahgunakan pengetahuan tattwa) dan atma curiga (atma yang penuh curiga, mencurigai yang tidak patut dicurigai). Di sebelahnya, Bhuta Naya (raksasa yang kadang tampak kadang tak tampak) bersama Bhuta Celeng, babutan berbentuk babi menghukum atma yang sewaktu di mercapada berprilaku buruk, jahat. Tidak jauh dari itu, tampak Bhuta Abang, babutan yang berwujud raksasa berkulit merah menyala sedang menggotong atma lengit, atma yang semasa hidupnya malas bekerja akan dicemplungkan ke bejana dengan air mendidih yang disebut kawah gomuka. Di sebelah kanannya dari bejana itu, tampak Sang Bhuta Ireng, babutan berwujud raksana berkulit hitam bersama Sang Bhuta Prungut, babutan yang bertubuh besar, berkulit hitam dan berwajah angker menggotong atma corah, atma yang semasa hidupnya senantiasa berprilaku buruk untuk dicemplungkan ke kawah gomuka. Sementara itu, Bhuta Ode-ode, babutan yang bertubuh gemuj dengan kepala plontos meniup api di bawah jambangan kawah sehingga airnya terus mendidih.
http://www.isi-dps.ac.id/wp-content/uploads/2010/05/LIM_0254-ok--300x200.jpg
Tidak jauh dari kawah gomuka, Sang Suratma dengan wujud raksasa yang penuh wibawa, penguasa para atman sedang menghukum atmaning usada, karena dulu dukun yang menguasai ilmu pengobatan yang dahulu pernah lalai menyembuhkan orang sakit melakukan maal praktek, dan selalu meminta imbalan yang tinggi kepada orang yang diobatinya. Di sebelahnya Sang Bhuta Wirosa yang berwujud raksasa maha sakti sedang menghukum atma mamaling nasi, ini terjadi karena saat di mercapada ia suka mencuri makanan. Karena itu sebaiknya jangan sekali0kali mencuri nasi, seberapapun lapar dirasakan. Beberapa depa dari tempat itu, Sang Bhuta Wingkara yang bengis bernama bhuta lilipan yang berwujud aneh, memiliki belalai seperti gajah dan tubuhnya seperti tubuh Singa, mulutnya penuh bisa seperti ular sedang menyiksa atmaning wong aboros, atma yang suka berburu membunuh binatang yang tidak patut dibunuh. Di sebelahnya lagi, tampak Sang Bhuta Mandar dan Sang Bhuta Mandir dua raksasa bengis saudara kembar sedang menggergaji kepala atma wong alpaka guru, atma yang tidak melakukan kewajiban sebagai putra yang baik (suputra) karena melalaikan kedua orang tuanya, melalaikan kewajibannya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRFJQJVMlUEY74r8OS9FH23yYAv2Mb1_CeJ2efXZ3jDBM9iBdhcwAw5-UYqKe7BDSCm7lufsV3jmXkqTnSAK9am8Kp4cC-Whf_I_KM2hklgvynb8_4cghaF0zJIhRDh4-C03YuA-8uP-uN/s320/kertagosa.jpg
Gambaran Penyiksaan Di Neraka Cyuta
Merdah dan Twalen miris hatinya teringat akan kewajibannya kedapa orang tua yang belum sepenuhnya dilakukan dengan baik. Mereka terkejut karena setelah beranjak sedikit saja dari tempat yang satu, dia menemukan kembali Sang Jogor Manik di tempat lain sedang mengadili dua atma yang satu atma kedi dan yang satu lagi atma kliru, yang satu laki-laki seperti perempuan, yang satu lagi perempuan seperti laku-laki. Tidak jauh dari situ, mereka melihat Sang Jogor Manik sedang menghukum atma angadol prasasti atau atma yang menjual prasasti.
Sedangkan di sebelah Bhuta Tog-tog Sil yang matanya besar sedang menyiksa atma angadol prasasti yang lainnya. Berdekatan dari tempat itu, banyak atma yang disebut atma tan pasantana, atma yang tidak memiliki keturunan digantung di pohon bambu.
Sementara itu, atma nora matatah, atma yang belum melaksanakan upacara potong gigi sambil menggigit pohon bambu disiksa oleh Bhuta Brungut yang menyeramkan sedang menghunus pedang.
Beranjak selangkah dari tempat itu, lagi-lagi ditemukan Sang Jogor Manik sedang berhadapan dengan atma aniti krama, atma yang semasa hidupnya sangat ramah tamah dan tidak membanding-bandingkan tamu yang datang kepadanya.
Di sebelahnya, atma angrawun yang semasa hidupnya meracuni banyak orang sedang diberi makan medang (bulu halus bambu) oleh Bhuta Ramya yang suaranya gemuruh.

Sedangkan berdekatan dengan itu, Sang Bhuta Edan yang suka mengamuk sedang menyiksa atmaning wong andesti, atma yang semasa hidupnya menggunakan ilmu hitam untuk menyakiti orang lain.
Di sebelahnya lagi, atma wong bengkung yang tidak mau menyusui bayinya sedang disiksa dengan mematukkan ular tanah pada puting susunya oleh Bhuta Pretu yang menjerit-jerit memekakkan telinga.
Di tempat itu pula, Bhuta Janggitan yang menyeramkan sedang menyiksa atma pande corah, atma ahli membuat senjata mungkin bom yang untuk menghancurkan orang lain.
http://softwarp.com/wp-content/uploads/2011/06/tualen-merdah1.jpg

Selain itu, ada lagi kawah gomuka dengan air mendidih berisi atma yang direbus karena kesalahannya pada waktu menjelma menjadi manusia, sebagai koruptor, suka memfitnah, maling, madat, narkoba... Tampaknya di neraka yang luas ini, tidak terhitung jumlah kawah gomuka bertebaran di mana-mana.
Demikian pula, begitu banyak atma yang bersalah pada masa lalu dihukum sesuai tingkat kesalahannya. Atma Jalir, baik laki-laki maupun perempuan yang semasa hidupnya suka berselingkuh, disiksa oleh Bhuta Lendi maupun Bhuta Lende dengan membakar kemaluannya.

Dijumpai pula Sang Jogor Manik yang seram dan menakutkan sedang menguji sang atma putus, yaitu atma yang dalam kehidupannya di dunia tiada tercela, selalu berbuat baik dan pandai. Tiada berapa lama kemudian, sang atma putus diijinkan memasuki sorga.

Sesaat setelah menyaksikan penghukuman para atma sesuai kesalahannya, Bhima menemukan kawah gomuka. Secepat kilat Bhima membalikkan kawah untuk menyelamatkan atma Pandu dan Dewi Madri. Selanjutnya mencari tirta amerta untuk membebaskan dosa yang membelenggu kedua orang tuanya. Setelah diperciki tirta amerta, Pandu dan Madri berhasil memperoleh kebahagiaan abadi di sorga.
*****
Setelah membaca Bhima Swarga yang kental berbagai etika yang menjadi dasar parilaksana umat Hindu, terlintas amanat bahwa penyucian atma hanya dapat dilakukan oleh putra yang satya, putra yang jujur, tulus, taat dan setia mengabdi pada orang tua. Bhima Swarga seperti menepuk pundak kita, untuk mengambil jeda langkah sejenak diantara hiruk-pikuk pergaulan hidup dan merenungkan kembali pentingnya ajaran Karma Phala, dimana setiap perbuatan akan mendapat pahala yang setimpal. secara implisit, Bhima Swarga mengingatkan kita agar umat sedharma senantiasa berbuat bajik, didunia sekala agar atma yang menghuni raga kita mendapat phala yang baik di alam niskala serta sebaliknya menghindari perbuatan jahat, agar terhindar dari pahala yng buruk.

1 komentar:

  1. Wynn Slots for Android and iOS - Wooricasinos
    A free app for slot machines from WRI Holdings Limited wooricasinos.info that lets herzamanindir.com/ you play septcasino.com the popular games, such as free video slots, table games and live casino febcasino.com

    BalasHapus