PUNARBHAWA
A.
PENGERTIAN PUNARBHAWA
Punarbhawa atau samsara adalah bagian keempat dari Panca
Sradha sebagai dasar keyakinan Umat Hindu. Pengertian sederhana adalah bahwa
pada saat seseorang meninggal dunia maka jiwatman akan melepaskan badan
jasmaninya ( stula sarira ), menuju sorga atau neraka. Proses jiwatman
meninggalkan stula sarira kemudian lahir kembali menggunakan jasmani yang baru
inilah disebut Punarbhawa. Punarbhawa
berarti kelahiran yang berulang-ulang, yang disebut juga penitisan kembali (reinkarnasi)
atau Samsara. Di dalam Weda disebutkan bahwa “Penjelmaan jiwatman
yang berulang-ulang di dunia ini atau didunia yang lebih tinggi disebut
Samsara. Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa akibat suka dan duka.
Samsara atau Punarbhawa ini terjadi oleh karena Jiwatman masih dipengaruhi oleh
kenikmatan, dan kematian akan diikuti oleh kelahiran“. Demikian pula
disebutkan:
Sribhagavan uvacha,
bahuni me vyatitani,
janmani tava cha rjuna,
rani aham veda sarvani,
na tvam paramtapa (Bh. G. IV.5)
bahuni me vyatitani,
janmani tava cha rjuna,
rani aham veda sarvani,
na tvam paramtapa (Bh. G. IV.5)
Sri Bhagawan (Tuhan) bersabda, banyak kelahiran-Ku di masa lalu, demikian pula kelahiranmu arjuna semuanya ini Aku tahu, tetapi engkau sendiri tidak,. Parantapa.
Atman
yang masih diselubungi oleh suksma sarira dan masih terikat oleh adanya
kenikmatan duniawi, menyebabkan Atman itu awidya, sehingga Ia belum bisa
kembali bersatu dengan sumbernya yaitu Brahman (Hyang Widhi). Hal ini
menyebabkan atman itu selalu mengalami kelahiran secara berulang-ulang. Segala
bentuk prilaku atau perbuatan yang dilakukan pada masa kehidupan yang lampau
menyebabkan adanya bekas (wasana) dalam jiwatman. Dan wasana (bekas-bekas
perbuatan) ini ada bermacam-macam. Jika wasana itu hanya bekas-bekas
keduniawian, maka jiwatman akan lebih cenderung dan gampang ditarik oleh
hal-hal keduniawian sehingga atman itu lahir kembali.
Karmabhumiriya brahman,
phlabhumirasau mata
iha yat kurate karma tat,
paratrobhujyate. (S.S.7)
phlabhumirasau mata
iha yat kurate karma tat,
paratrobhujyate. (S.S.7)
Sebab sebagai manusia sekarang ini adalah akibat baik dan buruknya karma itu juga akhirnya dinikmatilah karma phala itu. Artinya baik buruk perbuatan itu sekarang akhirnya terbukti hasilnya. Selesai menikmatinya, menjelmalah kembali ia, mengikuti sifat karma phala. Wasana berarti sangskara, sisa-sisa yang ada dari bau sesuatu yang tinggal bekas-bekasnya saja yang diikuti hukuman yaitu jatuh dari tingkatan sorga maupun dari kawah-kawah neraka, adapun perbuatan baik ataupun buruk yang dilakukan di akhirat, tidaklah ia berakibat sesuatu apapun, oleh karena yang sangat menentukan adalah perbuatan-perbuatan baik atau buruk yang dilakukan sekarang juga.
Karma
dan Punarbhawa ini merupakan suatu proses yang terjalin erat satu sama lain.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa karma adalah perbuatan yang meliputi
segala gerak, baik pikiran, perkataan maupun tingkah laku. Sedangkan punarbhawa
adalah kesimpulan dari semua karma itu yang terwujud dalam penjelmaan tersebut.
Setiap karma yang dilakukan atas dorongan acubha karma akan menimbulkan dosa
dan Atman akan mengalami neraka serta dalam Punarbhawa yang akan datang akan
mengalami penjelmaan dalam tingkat yang lebih rendah, sengsara, atau menderita
dan bahkan dapat menjadi mahluk yang lebih rendah tingkatannya. Sebaliknya,
setiap karma yang dilakukan berdasarkan cubhakarma akan mengakibatkan Atman
(roh) menuju sorga dan jika menjelma kembali akan mengalami tingkat penjelmaan yang
lebih sempurna atau lebih tinggi. Di dalam Weda (S.S.48) dinyatakan sebagai
berikut:
“Adharmarucayo mandas,
tiryaggatiparayanah,
krocchram yonimanuprapya,
na windanti sukham janah.
tiryaggatiparayanah,
krocchram yonimanuprapya,
na windanti sukham janah.
Adapun
perbuatan orang yang bodoh, senantiasa tetap berlaku menyalahi dharma; setelah
ia lepas dari neraka, menitislah ia menjadi binatang, seperti biri-biri, kerbau
dan lain sebagainya; bila kelahirannya kemudian meningkat, ia menitis menjadi
orang yang hina, sengsara, diombang-ambingkan kesedihan dan kemurungan hati,
dan tidak mengalami kesenangan.
Sedangkan
orang yang selalu berbuat baik (cubhakarma), Sarasmuccaya menyebutkan: “Adapun
orang yang selalu melakukan karma baik (cubhakarma), ia dikemudian hari akan
menjelma dari sorga, menjadi orang yang tampan (cantik), berguna, berkedudukan
tinggi, kaya raya dan berderajat mulia. Itulah hasil yang didapatnya sebagai
hasil (phala) dari perbuatan yang baik”.
Kesimpulannya,
dengan keyakinan dengan adanya Punarbhawa ini maka orang harus sadar, bahwa
bagaimana kelahirannya tergantung dari karma wasananya. Kalau ia membawa karma
yang baik, lahirlah ia menjadi orang berbahagia, berbadan sehat dan berhasil
cita-citanya. Sebaliknya bila orang membawa karma yang buruk, ia akan lahir
menjadi orang yang menderita. Oleh karena itu kelahiran kembali ini adalah
kesempatan untuk memperbaiki diri untuk meningkat ke taraf yang lebih tinggi.
Iyam hi yonihprathama,
yam prapya jagattpate
atmanam cakyate tratum,
karmabhih cubhalaksanaih (S.S. 4)
yam prapya jagattpate
atmanam cakyate tratum,
karmabhih cubhalaksanaih (S.S. 4)
Menjelma
menjadi manusia itu sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat
menolong dirinya sendiri dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang)
dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi
manusia.
Sopanabhutam Swargasya,
manusyam prapya durlabham,
tathamanam samadyad,
dhwamsetana purna yatha. (S.S. 6)
manusyam prapya durlabham,
tathamanam samadyad,
dhwamsetana purna yatha. (S.S. 6)
Kesimpulannya, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia ini, kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga; segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan. Diantara semua mahluk hidup yang ada didunia ini, manusia adalah mahluk yang utama. Ia dapat berbuat baik maupun buruk, serta dapat melebur perbuatannya yang buruk dengan perbuatan yang baik. Oleh karena itu seseorang sepatutnya bersyukur dan berbesar hati lahir sebagai manusia. Karena sungguh tidaklah mudah untuk dapat dilahirkan menjadi manusia sekalipun manusia hina.
Itulah
sebabnya, maka seorang hendaknya dapat menghargai dan menggunakan kesempatan
yang amat berharga ini untuk membebaskan diri dari kesengsaraan dan menuju pada
kebahagiaan yang abadi yang sisebut Moksa atau kelepasan. Memang sungguh
disayangkan, apabila kesempatan yang baik ini berlalu tanpa makna. Kelahiran
manusia dikatakan berada ditengah-tengah antara sorga dan neraka. Jika
kebajikan yang diperbuat maka tentulah hidupnya akan meningkat, tetapi jika
dosa yang dilakukan, sudah pastilah akan jatuh ke neraka. Jadi setiap kali
kelahiran sebagai manusia patutlah digunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan
hidup ke jenjang yang lebih mulia dan luhur.

B. HUBUNGAN ANTARA KARMAPHALA DENGAN
PUNARBHAWA
Hubungan
Karmaphala dengan Punarbhawa dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 4 dikatakan :
“
Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian,
karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati
berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat
menjelma menjadi manusia.”
Dari
sloka di atas ada dua point yang dapat kita petik penekanannya yaitu :
1)
Untuk berbuat baik kesempatan yang paling luas adalah bila menjelma menjadi
manusia.
2)
Berbuat baik ( Subha karma ) adalah cara untuk melepaskan diri
dari keadaan samsara ( punarbhawa ).Jadi bila manusia semasa hidupnya banyak berbuat
baik maka kelahiran berikutnya akan meningkat kualitasnya. Demikian juga bila
semasa hidupnya banyak berbuat dosa maka kelahiran berikutnya akan menurun
kualitasnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan terlahir sebagai binatang
atau tumbuhan.
Oleh
karena itu setiap menjalani kehidupan kewajiban manusia adalah
untuk meningkatkan Subhakarma sehingga setiap kelahiran berikutnya bisa
meningkat kualitasnya sampai akhirnya tujuan hidup yaitu moksartham jagathita
tercapai.
Jika
digambarkan proses hidup manusia dan kelahirannya sampai bersatunya atman
dengan brahman ( Brahman Atman aikyam) seperti di bawah ini :
C. PANGGALAN CERITA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARMA
PHALA
Perjalanan
Spiritual Bhima Ke Swargaloka
Bhima
Swarga
|
Bhima sebagai tokoh sentral dalam
cerita ini mirip Sanjaya dalam Bhagawadgita, yang melaporkan kejadian pandangan
mata percakapan Kresna dan Arjuna sesaat menjelang Bharatayudha di Kuruksetra,
kepada Drestarastra, Raja yang buta sejak lahir. Kresna menyadarkan kembali
Arjuna untuk melaksanakan Swadharmanya. Simbolisasi cerita Bhima swarga ini
perlu diketengahkan lagi, semoga mampu menggugah penalaran untuk menyadari
swadharmaning masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Cerita
ini seperti menitipkan pesan pada kita umat sedharma hendaknya selalu berbuat
baik, agar kelak kita memetik phala yang baik pula.
Al kisah,
Dewi Kunti bermimpi didatangi atma Pandu dan Dewi Madri. Mereka minta tolong
agar dibebaskan dari siksa api neraka. Kunti menyampaikan mimpi itu kepada
anak-anaknya, dan diputuskan agar Bhima menyambangi ke Swarga loka. Purnama,
dalam suatu prosesi yang hening, perjalanan Bhima Swarga dimulai. Bhima
diiringi dua abdinya Merda dan Twalen melesat ke langit. Diangkasa, setelah
melalui marga sanga (sembilan persimpangan jalan) di sanalah swarga loka
berada, di bumi antah karana, di bumi yang menyebabkan sebab segala sebab. Dari
sembilan jalan di persimpangan tersebut ada empat jalan yang benar-benar menuju
swarga loka. Sampai di tegal penangsaran (kuburan maha luas) tempat para roh
menunggu giliran menghadap Bhatara Yama untuk menentukan apakah sang roh harus
masuk surga atau ke neraka. Dalam penantian itu, para roh menerima hukuman
sesuai karma-nya. Ada yang disebut atma lara (atma yang sengsara), atma drwaka
(atma yang serakah), atma sangsaya (atma yang senantiasa curiga), atma babotoh
(atma penjudi) dan sebagainya.
Inilah perjalan spiritual Bhima, yang memberikan pengalaman bathin tentang pelaksanaan sangksi bagi para atma sesuai perbuatan yang dilakukan saat menghuni raga manusia di mayapada
Inilah perjalan spiritual Bhima, yang memberikan pengalaman bathin tentang pelaksanaan sangksi bagi para atma sesuai perbuatan yang dilakukan saat menghuni raga manusia di mayapada
Pertama-tama mereka melihat Bhuta
Tog-tog Sil, babutan (mahluk angkara) dengan wujud mata besar menghakimi atma
tattwa (atma yang menyalahgunakan pengetahuan tattwa) dan atma curiga (atma
yang penuh curiga, mencurigai yang tidak patut dicurigai). Di sebelahnya, Bhuta
Naya (raksasa yang kadang tampak kadang tak tampak) bersama Bhuta Celeng,
babutan berbentuk babi menghukum atma yang sewaktu di mercapada berprilaku
buruk, jahat. Tidak jauh dari itu, tampak Bhuta Abang, babutan yang berwujud
raksasa berkulit merah menyala sedang menggotong atma lengit, atma yang semasa
hidupnya malas bekerja akan dicemplungkan ke bejana dengan air mendidih yang
disebut kawah gomuka. Di sebelah kanannya dari bejana itu, tampak Sang Bhuta
Ireng, babutan berwujud raksana berkulit hitam bersama Sang Bhuta Prungut,
babutan yang bertubuh besar, berkulit hitam dan berwajah angker menggotong atma
corah, atma yang semasa hidupnya senantiasa berprilaku buruk untuk
dicemplungkan ke kawah gomuka. Sementara itu, Bhuta Ode-ode, babutan yang
bertubuh gemuj dengan kepala plontos meniup api di bawah jambangan kawah
sehingga airnya terus mendidih.
Tidak jauh dari kawah gomuka, Sang
Suratma dengan wujud raksasa yang penuh wibawa, penguasa para atman sedang
menghukum atmaning usada, karena dulu dukun yang menguasai ilmu pengobatan yang
dahulu pernah lalai menyembuhkan orang sakit melakukan maal praktek, dan selalu
meminta imbalan yang tinggi kepada orang yang diobatinya. Di sebelahnya Sang
Bhuta Wirosa yang berwujud raksasa maha sakti sedang menghukum atma mamaling
nasi, ini terjadi karena saat di mercapada ia suka mencuri makanan. Karena itu
sebaiknya jangan sekali0kali mencuri nasi, seberapapun lapar dirasakan.
Beberapa depa dari tempat itu, Sang Bhuta Wingkara yang bengis bernama bhuta
lilipan yang berwujud aneh, memiliki belalai seperti gajah dan tubuhnya seperti
tubuh Singa, mulutnya penuh bisa seperti ular sedang menyiksa atmaning wong
aboros, atma yang suka berburu membunuh binatang yang tidak patut dibunuh. Di
sebelahnya lagi, tampak Sang Bhuta Mandar dan Sang Bhuta Mandir dua raksasa
bengis saudara kembar sedang menggergaji kepala atma wong alpaka guru, atma
yang tidak melakukan kewajiban sebagai putra yang baik (suputra) karena
melalaikan kedua orang tuanya, melalaikan kewajibannya.
Gambaran
Penyiksaan Di Neraka Cyuta
|
Merdah dan Twalen miris hatinya
teringat akan kewajibannya kedapa orang tua yang belum sepenuhnya dilakukan
dengan baik. Mereka terkejut karena setelah beranjak sedikit saja dari tempat
yang satu, dia menemukan kembali Sang Jogor Manik di tempat lain sedang
mengadili dua atma yang satu atma kedi dan yang satu lagi atma kliru, yang satu
laki-laki seperti perempuan, yang satu lagi perempuan seperti laku-laki. Tidak
jauh dari situ, mereka melihat Sang Jogor Manik sedang menghukum atma angadol
prasasti atau atma yang menjual prasasti.
Sedangkan di sebelah Bhuta Tog-tog
Sil yang matanya besar sedang menyiksa atma angadol prasasti yang lainnya.
Berdekatan dari tempat itu, banyak atma yang disebut atma tan pasantana, atma
yang tidak memiliki keturunan digantung di pohon bambu.
Sementara itu, atma nora matatah,
atma yang belum melaksanakan upacara potong gigi sambil menggigit pohon bambu
disiksa oleh Bhuta Brungut yang menyeramkan sedang menghunus pedang.
Beranjak selangkah dari tempat itu,
lagi-lagi ditemukan Sang Jogor Manik sedang berhadapan dengan atma aniti krama,
atma yang semasa hidupnya sangat ramah tamah dan tidak membanding-bandingkan
tamu yang datang kepadanya.
Di sebelahnya, atma angrawun yang
semasa hidupnya meracuni banyak orang sedang diberi makan medang (bulu halus
bambu) oleh Bhuta Ramya yang suaranya gemuruh.
Sedangkan berdekatan dengan itu, Sang Bhuta Edan yang suka mengamuk sedang menyiksa atmaning wong andesti, atma yang semasa hidupnya menggunakan ilmu hitam untuk menyakiti orang lain.
Sedangkan berdekatan dengan itu, Sang Bhuta Edan yang suka mengamuk sedang menyiksa atmaning wong andesti, atma yang semasa hidupnya menggunakan ilmu hitam untuk menyakiti orang lain.
Di sebelahnya lagi, atma wong
bengkung yang tidak mau menyusui bayinya sedang disiksa dengan mematukkan ular
tanah pada puting susunya oleh Bhuta Pretu yang menjerit-jerit memekakkan
telinga.
Di tempat itu pula, Bhuta Janggitan
yang menyeramkan sedang menyiksa atma pande corah, atma ahli membuat senjata
mungkin bom yang untuk menghancurkan orang lain.
Selain itu, ada lagi kawah gomuka
dengan air mendidih berisi atma yang direbus karena kesalahannya pada waktu
menjelma menjadi manusia, sebagai koruptor, suka memfitnah, maling, madat,
narkoba... Tampaknya di neraka yang luas ini, tidak terhitung jumlah kawah
gomuka bertebaran di mana-mana.
Demikian pula, begitu banyak atma
yang bersalah pada masa lalu dihukum sesuai tingkat kesalahannya. Atma Jalir,
baik laki-laki maupun perempuan yang semasa hidupnya suka berselingkuh, disiksa
oleh Bhuta Lendi maupun Bhuta Lende dengan membakar kemaluannya.
Dijumpai pula Sang Jogor Manik yang seram dan menakutkan sedang menguji sang atma putus, yaitu atma yang dalam kehidupannya di dunia tiada tercela, selalu berbuat baik dan pandai. Tiada berapa lama kemudian, sang atma putus diijinkan memasuki sorga.
Sesaat setelah menyaksikan penghukuman para atma sesuai kesalahannya, Bhima menemukan kawah gomuka. Secepat kilat Bhima membalikkan kawah untuk menyelamatkan atma Pandu dan Dewi Madri. Selanjutnya mencari tirta amerta untuk membebaskan dosa yang membelenggu kedua orang tuanya. Setelah diperciki tirta amerta, Pandu dan Madri berhasil memperoleh kebahagiaan abadi di sorga.
Dijumpai pula Sang Jogor Manik yang seram dan menakutkan sedang menguji sang atma putus, yaitu atma yang dalam kehidupannya di dunia tiada tercela, selalu berbuat baik dan pandai. Tiada berapa lama kemudian, sang atma putus diijinkan memasuki sorga.
Sesaat setelah menyaksikan penghukuman para atma sesuai kesalahannya, Bhima menemukan kawah gomuka. Secepat kilat Bhima membalikkan kawah untuk menyelamatkan atma Pandu dan Dewi Madri. Selanjutnya mencari tirta amerta untuk membebaskan dosa yang membelenggu kedua orang tuanya. Setelah diperciki tirta amerta, Pandu dan Madri berhasil memperoleh kebahagiaan abadi di sorga.
*****
Setelah membaca Bhima Swarga yang kental berbagai etika yang menjadi dasar parilaksana umat Hindu, terlintas amanat bahwa penyucian atma hanya dapat dilakukan oleh putra yang satya, putra yang jujur, tulus, taat dan setia mengabdi pada orang tua. Bhima Swarga seperti menepuk pundak kita, untuk mengambil jeda langkah sejenak diantara hiruk-pikuk pergaulan hidup dan merenungkan kembali pentingnya ajaran Karma Phala, dimana setiap perbuatan akan mendapat pahala yang setimpal. secara implisit, Bhima Swarga mengingatkan kita agar umat sedharma senantiasa berbuat bajik, didunia sekala agar atma yang menghuni raga kita mendapat phala yang baik di alam niskala serta sebaliknya menghindari perbuatan jahat, agar terhindar dari pahala yng buruk.
Setelah membaca Bhima Swarga yang kental berbagai etika yang menjadi dasar parilaksana umat Hindu, terlintas amanat bahwa penyucian atma hanya dapat dilakukan oleh putra yang satya, putra yang jujur, tulus, taat dan setia mengabdi pada orang tua. Bhima Swarga seperti menepuk pundak kita, untuk mengambil jeda langkah sejenak diantara hiruk-pikuk pergaulan hidup dan merenungkan kembali pentingnya ajaran Karma Phala, dimana setiap perbuatan akan mendapat pahala yang setimpal. secara implisit, Bhima Swarga mengingatkan kita agar umat sedharma senantiasa berbuat bajik, didunia sekala agar atma yang menghuni raga kita mendapat phala yang baik di alam niskala serta sebaliknya menghindari perbuatan jahat, agar terhindar dari pahala yng buruk.




Wynn Slots for Android and iOS - Wooricasinos
BalasHapusA free app for slot machines from WRI Holdings Limited wooricasinos.info that lets herzamanindir.com/ you play septcasino.com the popular games, such as free video slots, table games and live casino febcasino.com