Jumat, 18 Oktober 2013

BRAIN COMPETITION OF SMASTA 2013



“Brain Competition & 5thSpeech Contest Of SMASTA 2013

TEMA KEGIATAN
Quality Never Goes Out of Intelligent
            Dalam lingkungan generasi muda bangsa Indonesia dapat di lihat semakin tinggi dan meningkatnya kenakalan remaja yang semakin merusak generasi penerus bangsa kita. Untuk itu perlu digali dan diarahkan potensi-potensi yang dimiliki oleh generasi penerus bangsa ini agar memiliki kualitas yang sangat baik. Oleh karena itu saya tertarik untuk menggunakan tema  Quality Never Goes Out of Intelligent” , yang berarti kualitas tidak bisa jauh dari kecerdasan, jadi kecerdasan yang tinggi diperlukan untuk meraih kualitas yang baik.
PELAKSANAAN KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan direncanakan sama seperti tahun sebelumnya yaitu pada Bulan September. Dan cakupan peserta akan lebih luas yaitu akan dicari surat rekomendasi dari Dinas Provinsi.
SYARAT PENDAFTARAN
Teknis kegiatan dari tahun lalu mengalami sedikit perubahan yaitu :
·        Setiap perserta wajib mewakili sekolahnya masing-masing (merupakan delegasi sekolah)
·        Masing-masing pesrerta mengumpulkan pas photo terbaru berukuran 3 x 4 sebanyak 2 lembar (satu langsung ditempell pada formuulir pendaftaran, satu dibawa ketika registrasi ulang)
·        Masing-masing peserta diwajibkan mengisi formulir  pendaftaran serta menyerahkan fotocopy kartu pelajar yang masih berlaku dan telah disahkan oleh instansi yang bersangkutan, serta dibawa saat bersangkutan. (jika tidak ada kartu pelajar sertakan surat pembuktian sekolah di sekolah yang bersangkutan)
·        Membayar biaya pendaftaran sebesar Rp 65.000 untuk 1 orang peserta.
·        Bagi tiap-tiap sekolah yang menyertakan lebih 5 orang siswa maka akan diperbolehkan gratis 1 siswa

KETENTUAN-KETENTUAN BBRACOM OF SMASTA
v UMUM
1.       Peserta hadir 30 menit sebelum acara dimulai
2.       Peserta yang datang terlambat hanya dapat  mengikuti tes setelah mendapat ijin dari panitia pengawas dan tidak mendapat tambahan waktu
3.       Para peserta dilarang mengaktifkan Handphone pada saat tes berlangsung
4.       Peserta diwajibkan mengenakan seragam sekolahnya saat mengikuti perlombaan
5.       Peserta wajib melakukan registrasi ulang sebelum perlombaan, dengan membawa surat pengantar dari sekolahnya masing-masing
6.       Peserta wajib membawa sendiri alat tulisnya (pensil 2B, penghapus, dll), dan tidak diperkenankan membaawa alat hitung dan kamus elektronik atau sejenisnya
7.       Peserta tidak ditanggung transportasi dan akomodasi
8.       Hasil perlombaan tidak dapat diganggu gugat
9.       Peraturan pelaksanaan perlombaan akan diatur pada saat technical meeting
10.  Hal-hal yang belum jelas dapat ditanyakan pada saat technical meeting

Bahasa Indonesia "Khotbah"

Om Swastyastu, selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.
Pertama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan rahmat Beliaulah kita semua dapat berkumpul pada pagi hari yang cerah ini.
Hadirin yang berbahagia,
Apakah hadirin tau apakah itu Karma? Baiklah pada khotbah saya pada pagi hari ini akan membahas mengenai Karma Phala. Seperti yang kita ketahui bersama kita hidup di dunia ini adalah berbuat dan selalu berbuat, entah itu baik ataupun buruk dan entah itu disengaja maupun tidak disengaja. Nah, kesemuanya perbuatan tersebut baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja itulah yang disebut dengan Karma. Sedangkan Phala berarti buah atau hasil. Jadi Karma Phala adalah hasil perbuatan atau hasil karma.
Hadirin yang terhormat,
Tujuan kita hidup di dunia ini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki karma-karma kita. Hal ini bertujuan agar kita dapat terlepas dari belenggu ikatan Punarbhawa atau kelahiran yang berulang-ulang, dan semakin mendekatkan diri kita terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. Untuk memperbaiki karma-karma kita, yang harus kita lakukan adalah menanam karma-karma baik (subha karma) atau kusala karma. Dan hindarilah karma-karma buruk (asubha karma) atau akusala karma. Adapun hal-hal yang mempangurhi kita dalam mencapai moksa yang dijelaskan dalam Kitab Agastya Parwa 351-15 yang berbunyi sebagai berikut :
“Ada 3 hal yang menyebabkan surga (kebahagiaan) dan neraka (kesengsaraan) yaitu perbuatan, perkataan dan pikiran. Tiga hal tersebut memiliki tingkatan yaitu rendah, menengah dan utama. Lebih tinggi nilai perkataan dari pada perbuatan, dan lebih tinggi nilai pikiran dari pada perkataan. Adapun orang yang oleh karenanya melakukan perbuatan yang tidak baik, yaitu tingkah lakunya tidak baik, perkataannya pun tidak baik terlebih lagi pikirannya tidak baik, maka sangat besar lah dosa orang tersebut.”
Karma Phala berdasarkan pembagian waktunya dapat dibedakan menjadi 3 yaitu Sancita Karma Phala, Prarabda Karma Phala dan Kryaman Karma Phala. Dimana Sancita Karma Phala adalah perbuatan atau karma yang dilakukannya pada kehidupan yang sebelumnya dan hasilnya diterima pada kehidupan yang sekarang. Sedangkan Prarabda Karma Phala adalah karma yang dilakukan pada kehidupan sekarang dan hasilnya diterima juga pada kehidupan yang sekarang. Dan Kryamana Karma Phala adalah karma yang dilakukan pada kehidupan sekarang yang hasilnya diterima pada kehidupan yang akan datang.
Kita ambil salah satu contoh Sancita Karma Phala, yaitu dapat diceritakan dari cerita berikut ini : Pada akhir perang Brathayuda, Prabu Drestarata bertanya kepada Sri Krisna mengapa nasib yang diterimanya begitu buruk yaitu hidup dalam keadaan buta dan 100 anaknya meninggal pada perang Brathayuda. Sri Krisna pun menjawab bahwa hal tersebut diakibatkan oleh karma yang dilakukannya pada 50 kali kelahirannya yang terdahulu. Pada saat itu Prabu Drestarata adalah seorang pemburu burung, dan Beliau melepaskan panah api ke pohon tempat 100 anak burung bersarang. Seketika itu 100 anak burung tersebut terbakar menjadi abu dan induk burung tersebut yang ingin menyelamatkan100 anak-anaknya menjadii buta akibat terkena kobaran api. Dosa tersebut yang kemudian menjadi semakin buruk akibat perbuatan-perbuatan yang dilakukan selama 50 kali kelahirannya itu adalah karma-karma buruk sehingga semakin menambah beban dosa itu, sehingga menyebabkan dia harus menerima takdir terlahir dalam keadaan buta dan 100 anak-anaknya meninggal. Drestarata menanyakan lagi, mengapa perbuatan dosa yang dia lakukan itu tidak dia terima hasilnya pada kehidupan itu juga, mengapa harus menunggu hingga 50 kali kelahiran. Sri Krisna pun menjawabnya dengan tersenyum. Hal tersebut terjadi karena pada perbuatan dosa yang dilakukannya tersebut, hasilnya diterima harus menunggu waktu yang tepat dan saat yang tepat. Pada 50 kali kelahirannya bisa saja Prabu Drestarata melakukan perbuatan-perbuatan baik (Subha Karma) sehingga dapat meringankan dan mengurangi dosa yang dia perbuat. Namun pada 50 kelahirannya itu karma yang dilakukan adalah karma-karma buruk sehingga sangat besarlah dosa yang dilakukannya. Sehingga demikianlah hasil yang harus diterimanya yaitu terlahir dalam keadaan buta dan 100 anaknya meninggal. Memang dosa yang dilakukannya tidaklah besar yaitu membunuh 100 ekor anak burung, namun apabila ditumbuk lagi dengan karma-karma yang tidak baik maka sangat besarlah dosa yang dilakukannya. Bagaikan setitik air di tengah lautan, apabila dihempas oleh gelombang maka tidak akan bersuara, namun apabila berjuta-juta titik air dihempas oleh gelombang maka akan terdengar suara gemuruh yang sangat besar.
Demikianlah sepenggal cerita mengenai Sancita Karma Phala dimana karma yang kita lakukan pada kehidupan yang sebelumnya dan hasilnya kita terima pada kehidupan yang sekarang. Sesungguhnya apapun yang kita lakukan itulah yang kita terima, bagaikan seorang petani yang menanam jagung maka yang dipetiknya juga jagung, dan apabila menanam singkong maka yang dinikmatinya adalah singkong.
Adapun Hukum Karma Phala yang kita terima tidak hanya pada kehidupan duniawi, namun juga pada kehidupan di akhirat yang segala perbuatan kita telah dicatat oleh Sang Hyang Suratma dan akan diberi hukuman oleh Sang Hyang Yamadipati. Hukuman-hukuman tersebut ialah sebagai berikut :
1.      Kawah Tamra Gohmukha yaitu merupakan tempat untuk menghukum atma-atma yang pada waktu hidupnya melakukan perbuatan dosa, hingga merugikan orang lain.
2.      Batu Mecepak yaitu merupakan tempat untuk menguhuk atma-atma yang berbuat dosa akibat perbuatan mulutnya yang tidak baik.
3.      Tihing Petung di bawahnya jurang yaitu merupakan tempat untuk menghukum atma-atma yang suka melakukan black magic (ilmu hitam).
4.      Titi Ugal Agil yaitu merupakan tempat untuk menghukum atma-atma yang melakukan perbuatan memfitnah
5.      Kayu Curiga yaitu merupakan tempat untuk menghukum atma-atma yang melakukan hubungan cinta dengan bukan istrinya.
6.      Tegal Penangsaran yaitu merupakan tempat untuk menghukum atma-atma yang melakukan perbuatan dosa karena sering membuah orang panas hati.

Hadirin yang berbahagia,
Sesungguhnya segala hal yang kita terima dan alami adalah merupakan karena perbuatan kita sendiri, yang merupakan karma yang kita lakukan pada waktu yang terdahulu. Jadi apabila kita terkena suatu musibah atau pun hal yang tidak menyenangkan maka kita harus dapat menerimanya dengan lapang dada dan tabah, karena itu semua karena perbuatan kita sendiri pada waktu yang terdahulu dan jangan sekali-sekali kita menyalahkan orang lain atas musibah yang kita terima. Oleh karena itu, kita sebagai umat manusia harus selalu berbuat baik (subha karma) agar dapat semakin mendekatkan diri kita terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan mencapai moksa demi menemukan kebahagiaan tanpa kesengsaraan atau Suka tanpawali dukha.
Demikianlah khotbah yang dapat saya sampaikan, mohon maaf apabila ada kesalahan sepatah maupun dua patah kata dan semoga bermanfaat untuk kita semua. Akhir kalimat saya memiliki 1 kalimat, apa yang kita rasa, apa yang kita lihat, apa yang kita alami semua karna kita sendiri.
Om Shanti Shanti Shanti Om

PUNARBHAWA


PUNARBHAWA

A.      PENGERTIAN PUNARBHAWA
Punarbhawa atau samsara adalah bagian keempat dari Panca Sradha sebagai dasar keyakinan Umat Hindu. Pengertian sederhana adalah bahwa pada saat seseorang meninggal dunia maka jiwatman akan melepaskan badan jasmaninya ( stula sarira ), menuju sorga atau neraka. Proses jiwatman meninggalkan stula sarira kemudian lahir kembali menggunakan jasmani yang baru inilah disebut Punarbhawa. Punarbhawa berarti kelahiran yang berulang-ulang, yang disebut juga penitisan kembali (reinkarnasi) atau Samsara. Di dalam Weda disebutkan bahwa “Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau didunia yang lebih tinggi disebut Samsara. Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa akibat suka dan duka. Samsara atau Punarbhawa ini terjadi oleh karena Jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan, dan kematian akan diikuti oleh kelahiran“. Demikian pula disebutkan:
Sribhagavan uvacha,
bahuni me vyatitani,
janmani tava cha rjuna,
rani aham veda sarvani,
na tvam paramtapa (Bh. G. IV.5)

Sri Bhagawan (Tuhan) bersabda, banyak kelahiran-Ku di masa lalu, demikian pula kelahiranmu arjuna semuanya ini Aku tahu, tetapi engkau sendiri tidak,. Parantapa.
Atman yang masih diselubungi oleh suksma sarira dan masih terikat oleh adanya kenikmatan duniawi, menyebabkan Atman itu awidya, sehingga Ia belum bisa kembali bersatu dengan sumbernya yaitu Brahman (Hyang Widhi). Hal ini menyebabkan atman itu selalu mengalami kelahiran secara berulang-ulang. Segala bentuk prilaku atau perbuatan yang dilakukan pada masa kehidupan yang lampau menyebabkan adanya bekas (wasana) dalam jiwatman. Dan wasana (bekas-bekas perbuatan) ini ada bermacam-macam. Jika wasana itu hanya bekas-bekas keduniawian, maka jiwatman akan lebih cenderung dan gampang ditarik oleh hal-hal keduniawian sehingga atman itu lahir kembali.
Karmabhumiriya brahman,
phlabhumirasau mata
iha yat kurate karma tat,
paratrobhujyate. (S.S.7)

Sebab sebagai manusia sekarang ini adalah akibat baik dan buruknya karma itu juga akhirnya dinikmatilah karma phala itu. Artinya baik buruk perbuatan itu sekarang akhirnya terbukti hasilnya. Selesai menikmatinya, menjelmalah kembali ia, mengikuti sifat karma phala. Wasana berarti sangskara, sisa-sisa yang ada dari bau sesuatu yang tinggal bekas-bekasnya saja yang diikuti hukuman yaitu jatuh dari tingkatan sorga maupun dari kawah-kawah neraka, adapun perbuatan baik ataupun buruk yang dilakukan di akhirat, tidaklah ia berakibat sesuatu apapun, oleh karena yang sangat menentukan adalah perbuatan-perbuatan baik atau buruk yang dilakukan sekarang juga.
Karma dan Punarbhawa ini merupakan suatu proses yang terjalin erat satu sama lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa karma adalah perbuatan yang meliputi segala gerak, baik pikiran, perkataan maupun tingkah laku. Sedangkan punarbhawa adalah kesimpulan dari semua karma itu yang terwujud dalam penjelmaan tersebut. Setiap karma yang dilakukan atas dorongan acubha karma akan menimbulkan dosa dan Atman akan mengalami neraka serta dalam Punarbhawa yang akan datang akan mengalami penjelmaan dalam tingkat yang lebih rendah, sengsara, atau menderita dan bahkan dapat menjadi mahluk yang lebih rendah tingkatannya. Sebaliknya, setiap karma yang dilakukan berdasarkan cubhakarma akan mengakibatkan Atman (roh) menuju sorga dan jika menjelma kembali akan mengalami tingkat penjelmaan yang lebih sempurna atau lebih tinggi. Di dalam Weda (S.S.48) dinyatakan sebagai berikut:
“Adharmarucayo mandas,
tiryaggatiparayanah,
krocchram yonimanuprapya,
na windanti sukham janah.
Adapun perbuatan orang yang bodoh, senantiasa tetap berlaku menyalahi dharma; setelah ia lepas dari neraka, menitislah ia menjadi binatang, seperti biri-biri, kerbau dan lain sebagainya; bila kelahirannya kemudian meningkat, ia menitis menjadi orang yang hina, sengsara, diombang-ambingkan kesedihan dan kemurungan hati, dan tidak mengalami kesenangan.
Sedangkan orang yang selalu berbuat baik (cubhakarma), Sarasmuccaya menyebutkan: “Adapun orang yang selalu melakukan karma baik (cubhakarma), ia dikemudian hari akan menjelma dari sorga, menjadi orang yang tampan (cantik), berguna, berkedudukan tinggi, kaya raya dan berderajat mulia. Itulah hasil yang didapatnya sebagai hasil (phala) dari perbuatan yang baik”.
Kesimpulannya, dengan keyakinan dengan adanya Punarbhawa ini maka orang harus sadar, bahwa bagaimana kelahirannya tergantung dari karma wasananya. Kalau ia membawa karma yang baik, lahirlah ia menjadi orang berbahagia, berbadan sehat dan berhasil cita-citanya. Sebaliknya bila orang membawa karma yang buruk, ia akan lahir menjadi orang yang menderita. Oleh karena itu kelahiran kembali ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri untuk meningkat ke taraf yang lebih tinggi.
Iyam hi yonihprathama,
yam prapya jagattpate
atmanam cakyate tratum,
karmabhih cubhalaksanaih (S.S. 4)
Menjelma menjadi manusia itu sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya sendiri dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
Sopanabhutam Swargasya,
manusyam prapya durlabham,
tathamanam samadyad,
dhwamsetana purna yatha. (S.S. 6)

Kesimpulannya, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia ini, kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga; segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan. Diantara semua mahluk hidup yang ada didunia ini, manusia adalah mahluk yang utama. Ia dapat berbuat baik maupun buruk, serta dapat melebur perbuatannya yang buruk dengan perbuatan yang baik. Oleh karena itu seseorang sepatutnya bersyukur dan berbesar hati lahir sebagai manusia. Karena sungguh tidaklah mudah untuk dapat dilahirkan menjadi manusia sekalipun manusia hina.
Itulah sebabnya, maka seorang hendaknya dapat menghargai dan menggunakan kesempatan yang amat berharga ini untuk membebaskan diri dari kesengsaraan dan menuju pada kebahagiaan yang abadi yang sisebut Moksa atau kelepasan. Memang sungguh disayangkan, apabila kesempatan yang baik ini berlalu tanpa makna. Kelahiran manusia dikatakan berada ditengah-tengah antara sorga dan neraka. Jika kebajikan yang diperbuat maka tentulah hidupnya akan meningkat, tetapi jika dosa yang dilakukan, sudah pastilah akan jatuh ke neraka. Jadi setiap kali kelahiran sebagai manusia patutlah digunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hidup ke jenjang yang lebih mulia dan luhur.
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTpw5BT0KwmV_-liK6ohxrZxri473iIMqZB4blb5MKVvQ_z9ArM
B.       HUBUNGAN ANTARA KARMAPHALA DENGAN PUNARBHAWA
Hubungan Karmaphala dengan Punarbhawa dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 4 dikatakan :
“ Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir  dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.”
Dari sloka di atas ada dua point yang dapat kita petik penekanannya yaitu :
1)      Untuk berbuat baik kesempatan yang paling luas adalah bila menjelma menjadi manusia.
2)    Berbuat baik ( Subha karma ) adalah cara untuk melepaskan diri dari keadaan samsara ( punarbhawa ).Jadi bila manusia semasa hidupnya banyak berbuat baik maka kelahiran berikutnya akan meningkat kualitasnya. Demikian juga bila semasa hidupnya banyak berbuat dosa maka kelahiran berikutnya akan menurun kualitasnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan terlahir sebagai binatang atau tumbuhan.
Oleh karena itu setiap menjalani kehidupan kewajiban manusia adalah untuk meningkatkan Subhakarma sehingga setiap kelahiran berikutnya bisa meningkat kualitasnya sampai akhirnya tujuan hidup yaitu moksartham jagathita tercapai.
Jika digambarkan proses hidup manusia dan kelahirannya sampai bersatunya atman dengan brahman ( Brahman Atman aikyam) seperti di bawah ini :

C.      PANGGALAN CERITA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARMA PHALA
Perjalanan Spiritual Bhima Ke Swargaloka
http://australianmuseum.net.au/Uploads/Images/12676/Bali_Siobhan_11_big.jpg
Bhima Swarga
Bhima sebagai tokoh sentral dalam cerita ini mirip Sanjaya dalam Bhagawadgita, yang melaporkan kejadian pandangan mata percakapan Kresna dan Arjuna sesaat menjelang Bharatayudha di Kuruksetra, kepada Drestarastra, Raja yang buta sejak lahir. Kresna menyadarkan kembali Arjuna untuk melaksanakan Swadharmanya. Simbolisasi cerita Bhima swarga ini perlu diketengahkan lagi, semoga mampu menggugah penalaran untuk menyadari swadharmaning masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Cerita ini seperti menitipkan pesan pada kita umat sedharma hendaknya selalu berbuat baik, agar kelak kita memetik phala yang baik pula.
Al kisah, Dewi Kunti bermimpi didatangi atma Pandu dan Dewi Madri. Mereka minta tolong agar dibebaskan dari siksa api neraka. Kunti menyampaikan mimpi itu kepada anak-anaknya, dan diputuskan agar Bhima menyambangi ke Swarga loka. Purnama, dalam suatu prosesi yang hening, perjalanan Bhima Swarga dimulai. Bhima diiringi dua abdinya Merda dan Twalen melesat ke langit. Diangkasa, setelah melalui marga sanga (sembilan persimpangan jalan) di sanalah swarga loka berada, di bumi antah karana, di bumi yang menyebabkan sebab segala sebab. Dari sembilan jalan di persimpangan tersebut ada empat jalan yang benar-benar menuju swarga loka. Sampai di tegal penangsaran (kuburan maha luas) tempat para roh menunggu giliran menghadap Bhatara Yama untuk menentukan apakah sang roh harus masuk surga atau ke neraka. Dalam penantian itu, para roh menerima hukuman sesuai karma-nya. Ada yang disebut atma lara (atma yang sengsara), atma drwaka (atma yang serakah), atma sangsaya (atma yang senantiasa curiga), atma babotoh (atma penjudi) dan sebagainya.

Inilah perjalan spiritual Bhima, yang memberikan pengalaman bathin tentang pelaksanaan sangksi bagi para atma sesuai perbuatan yang dilakukan saat menghuni raga manusia di mayapada
Pertama-tama mereka melihat Bhuta Tog-tog Sil, babutan (mahluk angkara) dengan wujud mata besar menghakimi atma tattwa (atma yang menyalahgunakan pengetahuan tattwa) dan atma curiga (atma yang penuh curiga, mencurigai yang tidak patut dicurigai). Di sebelahnya, Bhuta Naya (raksasa yang kadang tampak kadang tak tampak) bersama Bhuta Celeng, babutan berbentuk babi menghukum atma yang sewaktu di mercapada berprilaku buruk, jahat. Tidak jauh dari itu, tampak Bhuta Abang, babutan yang berwujud raksasa berkulit merah menyala sedang menggotong atma lengit, atma yang semasa hidupnya malas bekerja akan dicemplungkan ke bejana dengan air mendidih yang disebut kawah gomuka. Di sebelah kanannya dari bejana itu, tampak Sang Bhuta Ireng, babutan berwujud raksana berkulit hitam bersama Sang Bhuta Prungut, babutan yang bertubuh besar, berkulit hitam dan berwajah angker menggotong atma corah, atma yang semasa hidupnya senantiasa berprilaku buruk untuk dicemplungkan ke kawah gomuka. Sementara itu, Bhuta Ode-ode, babutan yang bertubuh gemuj dengan kepala plontos meniup api di bawah jambangan kawah sehingga airnya terus mendidih.
http://www.isi-dps.ac.id/wp-content/uploads/2010/05/LIM_0254-ok--300x200.jpg
Tidak jauh dari kawah gomuka, Sang Suratma dengan wujud raksasa yang penuh wibawa, penguasa para atman sedang menghukum atmaning usada, karena dulu dukun yang menguasai ilmu pengobatan yang dahulu pernah lalai menyembuhkan orang sakit melakukan maal praktek, dan selalu meminta imbalan yang tinggi kepada orang yang diobatinya. Di sebelahnya Sang Bhuta Wirosa yang berwujud raksasa maha sakti sedang menghukum atma mamaling nasi, ini terjadi karena saat di mercapada ia suka mencuri makanan. Karena itu sebaiknya jangan sekali0kali mencuri nasi, seberapapun lapar dirasakan. Beberapa depa dari tempat itu, Sang Bhuta Wingkara yang bengis bernama bhuta lilipan yang berwujud aneh, memiliki belalai seperti gajah dan tubuhnya seperti tubuh Singa, mulutnya penuh bisa seperti ular sedang menyiksa atmaning wong aboros, atma yang suka berburu membunuh binatang yang tidak patut dibunuh. Di sebelahnya lagi, tampak Sang Bhuta Mandar dan Sang Bhuta Mandir dua raksasa bengis saudara kembar sedang menggergaji kepala atma wong alpaka guru, atma yang tidak melakukan kewajiban sebagai putra yang baik (suputra) karena melalaikan kedua orang tuanya, melalaikan kewajibannya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRFJQJVMlUEY74r8OS9FH23yYAv2Mb1_CeJ2efXZ3jDBM9iBdhcwAw5-UYqKe7BDSCm7lufsV3jmXkqTnSAK9am8Kp4cC-Whf_I_KM2hklgvynb8_4cghaF0zJIhRDh4-C03YuA-8uP-uN/s320/kertagosa.jpg
Gambaran Penyiksaan Di Neraka Cyuta
Merdah dan Twalen miris hatinya teringat akan kewajibannya kedapa orang tua yang belum sepenuhnya dilakukan dengan baik. Mereka terkejut karena setelah beranjak sedikit saja dari tempat yang satu, dia menemukan kembali Sang Jogor Manik di tempat lain sedang mengadili dua atma yang satu atma kedi dan yang satu lagi atma kliru, yang satu laki-laki seperti perempuan, yang satu lagi perempuan seperti laku-laki. Tidak jauh dari situ, mereka melihat Sang Jogor Manik sedang menghukum atma angadol prasasti atau atma yang menjual prasasti.
Sedangkan di sebelah Bhuta Tog-tog Sil yang matanya besar sedang menyiksa atma angadol prasasti yang lainnya. Berdekatan dari tempat itu, banyak atma yang disebut atma tan pasantana, atma yang tidak memiliki keturunan digantung di pohon bambu.
Sementara itu, atma nora matatah, atma yang belum melaksanakan upacara potong gigi sambil menggigit pohon bambu disiksa oleh Bhuta Brungut yang menyeramkan sedang menghunus pedang.
Beranjak selangkah dari tempat itu, lagi-lagi ditemukan Sang Jogor Manik sedang berhadapan dengan atma aniti krama, atma yang semasa hidupnya sangat ramah tamah dan tidak membanding-bandingkan tamu yang datang kepadanya.
Di sebelahnya, atma angrawun yang semasa hidupnya meracuni banyak orang sedang diberi makan medang (bulu halus bambu) oleh Bhuta Ramya yang suaranya gemuruh.

Sedangkan berdekatan dengan itu, Sang Bhuta Edan yang suka mengamuk sedang menyiksa atmaning wong andesti, atma yang semasa hidupnya menggunakan ilmu hitam untuk menyakiti orang lain.
Di sebelahnya lagi, atma wong bengkung yang tidak mau menyusui bayinya sedang disiksa dengan mematukkan ular tanah pada puting susunya oleh Bhuta Pretu yang menjerit-jerit memekakkan telinga.
Di tempat itu pula, Bhuta Janggitan yang menyeramkan sedang menyiksa atma pande corah, atma ahli membuat senjata mungkin bom yang untuk menghancurkan orang lain.
http://softwarp.com/wp-content/uploads/2011/06/tualen-merdah1.jpg

Selain itu, ada lagi kawah gomuka dengan air mendidih berisi atma yang direbus karena kesalahannya pada waktu menjelma menjadi manusia, sebagai koruptor, suka memfitnah, maling, madat, narkoba... Tampaknya di neraka yang luas ini, tidak terhitung jumlah kawah gomuka bertebaran di mana-mana.
Demikian pula, begitu banyak atma yang bersalah pada masa lalu dihukum sesuai tingkat kesalahannya. Atma Jalir, baik laki-laki maupun perempuan yang semasa hidupnya suka berselingkuh, disiksa oleh Bhuta Lendi maupun Bhuta Lende dengan membakar kemaluannya.

Dijumpai pula Sang Jogor Manik yang seram dan menakutkan sedang menguji sang atma putus, yaitu atma yang dalam kehidupannya di dunia tiada tercela, selalu berbuat baik dan pandai. Tiada berapa lama kemudian, sang atma putus diijinkan memasuki sorga.

Sesaat setelah menyaksikan penghukuman para atma sesuai kesalahannya, Bhima menemukan kawah gomuka. Secepat kilat Bhima membalikkan kawah untuk menyelamatkan atma Pandu dan Dewi Madri. Selanjutnya mencari tirta amerta untuk membebaskan dosa yang membelenggu kedua orang tuanya. Setelah diperciki tirta amerta, Pandu dan Madri berhasil memperoleh kebahagiaan abadi di sorga.
*****
Setelah membaca Bhima Swarga yang kental berbagai etika yang menjadi dasar parilaksana umat Hindu, terlintas amanat bahwa penyucian atma hanya dapat dilakukan oleh putra yang satya, putra yang jujur, tulus, taat dan setia mengabdi pada orang tua. Bhima Swarga seperti menepuk pundak kita, untuk mengambil jeda langkah sejenak diantara hiruk-pikuk pergaulan hidup dan merenungkan kembali pentingnya ajaran Karma Phala, dimana setiap perbuatan akan mendapat pahala yang setimpal. secara implisit, Bhima Swarga mengingatkan kita agar umat sedharma senantiasa berbuat bajik, didunia sekala agar atma yang menghuni raga kita mendapat phala yang baik di alam niskala serta sebaliknya menghindari perbuatan jahat, agar terhindar dari pahala yng buruk.